
iMSPORT.TV – Halo para penggemar bulu tangkis, pernah dengar nama tokoh Tan Joe Hok gak? Pasti anak milenial begitu ditanya nama itu, langsung googling tentang beliau.
Tan Joe Hok alias Hendra Kartanegara, putra Indonesia pertama yang menjuarai All England (tahun 1959), setelah mengalahkan kompatriotnya, Ferry Sonnevile di final. Dirinya menjadi atlet putra Indonesia pertama meraih medali emas Asian Games tahun 1962. Selain itu, Ia bersama enam pebulutangkis Indonesia lainnya merebut Piala Thomas untuk pertama kalinya (tahun 1958).
Pada masanya, nama Tan Joe Hok begitu besar sebagai atlet kebanggaan Indonesia, karena prestasi-presati yang dicapainya mengharumkan nama bangsa. Ia merupakan salah satu pebulutangkis yang layak mendapatkan gelar legenda.
Bersama Ferry Sonneville, Lie Poo Djian, Tan King Gwan, Njoo Kim Bie, Eddy Jusuf, dan Olich Solihin, ia menjadi perintis Tim Thomas Indonesia yang dikenal sebagai “tujuh pendekar” bulu tangkis tanah air.
Mereka berhasil menjuarai Piala Thomas 1958 setelah menaklukkan juara bertahan Malaysia (dulu bernama Malaya), dalam babak penantangan (chalenge round) dengan skor 6-3, di Singapore Badminton Hall, Singaputa (dahulu merupakan bagian negara Malaya). Dalam perebutan Piala Thomas tersebut, Bermain sebagai pemain tunggal sekaligus pemain ganda (berpasangan dengan Lie Poo Djian).
Tan Joe Hok, Legenda Atlet Bulu Tangkis Indonesia
Setelah pensiun dari pemain bulu tangkis, Tan Joe Hok sempat menjadi pelatih bulu tangkis di Meksiko dan Hongkong, kemudian menjadi pelatih PB Djarum (1982), merangkap sebagai project manager cabang PB Djarum di Jakarta.
Selanjutnya diangkat menjadi pelatih pelatnas Piala Thomas 1984 dan berkat bimbingannya Tim Bulu Tangkis Indonesia berhasil menjuarai Piala Thomas 1984, menundukan China. Atas prestasinya, SIWO/ PWI Jaya pada 1984, menganugerahkan penghargaan sebagai Pelatih Olah Raga Terbaik.
Di balik kesuksesannya, pria kelahiran Bandung pada 11 Agustus 1937 ini pernah hidup serba kekurangan. Kehidupannya makin susah saat keluarganya mulai hidup berpindah-pindah sebagai imbas perang kemerdekaan. Bandung, Sumedang, dan Tasikmalaya menjadi tempat persinggahannya.
Hidupnya yang berpindah-pindah ini, membuat dirinya pandai mengamati lingkungan sekitar, termasuk saat lihat orang tuanya bermain bulu tangkis dengan tetangga. Ketertarikan Tan Joe Hok dengan bulu tangkis mulai menjadi-jadi ketika ia kembali ke Bandung.
Di Bandung, ayahnya segera membuat lapangan bulu tangkis sederhana dengan garis lapangan dibuat dari bambu di rumahnya, di Jalan Satria 15, Cicendo, Bandung. Kala itu, ia masih tak punya raket dan tak paham teknik. Meski begitu, bakatnya tetap terlihat. Ia memberanikan diri meminjam raket ayahnya dan dengan kemampuanya, berhasil kalahkan banyak orang yang telah mahir bermain bulu tangkis.
Dari situlah bersama raket itu pula, pemain kelahiran 11 Agustus 1937 ini mampu menjuarai banyak pertandingan tingkat lokal. Diakuinya, kunci dari gerakan cepat, ada pada gerakan kaki. Gerakan ini dipelajarinya dari pertandingan tinju di Bandung. Ia meniru gerakan tersebut, dengan berlatih skiping.
Jalannya menjadi pemain bulu tangkis dibuka oleh pemain bulu tangkis kenamaan asal Bandung, Lie Tjoe Kong. Lie, pebulutangkis profesional pertama yang mencium bakat permainan bulu tangkis yang ada pada dirinya.
Selanjutnya dia diajak bergabung dengan tim bulu tangkis Blue White, cikal-bakal dari Klub Mutiara Bandung. Intinya, nama Tan Joe Hok makin dikenal setelah menjuarai Kejuaraan Nasional Bulu Tangkis Surabaya (1956).
Sukses ini mengantarnya ke tim Indonesia untuk turnamen Piala Thomas Singapura (1958) dan bersamanya, Ferry Sonneville, Tan King Gwan, Njoo Kim Bie, Lie Poo Djian, Olich Solichin, dan Eddy Yusuf, tim Tujuh Pendekar atau “The Magnificent Seven” itu, bawa pulang Piala Thomas 1958.
Atas prestasi ini, maka pada hari Pahlawan 10 Oktober 2021, Tan Joe Hok mendapat penghargaan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada 12 November 2021. Penghargaan berupa KONI Lifetime Achievement Award in Sport, diserahkan langsung oleh Ketum KONI Letjen TNI Purn Marciano Norman, di kantornya, kawasan Senayan.
Ketum KONI Pusat memuji sang legenda dan merasa bangga atas pencapaiannya, di usia Indonesia masih muda.
Tan Joe Hok pun terharu dan sangat berterima kasih untuk penghargaan yang diperolehnya. “Saya ucapkan terima kasih atas undangannya, atas penghargaan kepada saya, tidak hanya untuk saya saja, tapi teman-teman saya yang sudah almarhum. Ini suatu penghargaan yang tidak bisa dinilai oleh apapun,” katanya.
Ia berpesan kepada para atlet muda Indonesia saat ini. “Saya sebagai orang tua, menganjurkan kepada adik-adik, kalau mau benar-benar berprestasi jangan takut lelah, jangan takut cape, jangan takut sakit, itu kuncinya,” pesannya kepada generasi muda dengan penuh semangat.
(adm/mir)
Baca :
One thought on “Tan Joe Hok, Legenda Atlet Bulu Tangkis Indonesia”