iMSPORT.TV – Bridge | Ketika para atlet lain berkeringat dan merasakan ketegangan di lintasan, di lapangan atau di kolam, sementara sekelompok orang di venue lain, bersaing di cabang olahraga yang lebih menutamakan mengasah otak dan memerlukan ketenangan.
Seperti yang terjadi di Asian Games 2018, Jakarta, atlet permainan kartu bridge melakukan debutnya di perhelatan berbagai cabang olahraga terbesar di dunia setelah Olimpiade, duduk manis berpikir keras mmemainkan kartunya. Lebih dari 200 atlet dari seluruh Asia turut berpartisipasi dalam kompetisi itu di Asian Games 2018 Jakarta.
Atlet tertua di Asian Games 2018, adalah Kong Te Yang, 85 tahun, atlet bridge dari Filipina. Saat bertanding tongkat alat bantu jalan miliknya, tergeletak di sebelah kursinya. Kong Te Yang serius berpikir untuk mematikan langkah lawan.
Sementara atlet tertua dari Indonesia ada Michael Bambang Hartono, berusia 78 tahun, juga dari cabor bridge.
Tak seperti cabor lain yang butuh suppor dari penonton, untuk bridge penonton justru dilarang menyaksikan kompetisi ini. Jadi di venue bridge hening, hampir tak ada suara yang terdengar ketika “pertandingan” berlangsung.
Bridge sebenarnya sangat matematis. Harus mengetahui probabilitas, harus tahu psikologi, dan harus memiliki pikiran terbuka di setiap waktu. Maka, umumnya pemain bridge usianya terbilang banyak.
Michael Bambang Hartono, pria kelahiran 2 Oktober 1941 yang memimpin South East Asia Bridge Federation, sehari-harinya adalah pengusaha sekaligus salah satu pemilik perusahaan rokok PT Djarum.
Bersama dengan saudaranya Robert Budi, dia ditahbiskan sebagai pria terkaya Indonesia oleh majalah Forbes pada tahun 2017. Kekayaan mereka berdua mencapai US$32,3 miliar (Rp 472,5 triliun) yang membuatnya berada di peringkat orang terkaya ke-75 di dunia.
Di Asian Games 2018 lalu Hartono berhasil meraih medali perunggu. Nah, pertanyaan yang muncul dari benak orang banyak adalah, mengapa orang terkaya nomor satu di Indonesia itu masih mau bermain bridge, padahal usianya tak muda lagi.
- Ambisi Wueck! Kawinkan Gelar Euro U-17 dengan Piala Dunia U-17
- Final Piala Dunia U-17 : Jerman dan Prancis Representasi Sepak Bola Eropa
Bridge : Michael Bambang Hartono, Masih Mengejar Masuk Olimpiade!
Dilansir dari artikel di Intisari Online, Hartono telah bermain bridge sejak usia 6 tahun. Menurut Hartono, bridge bukanlah permainan kartu biasa, melainkan permainan kartu yang butuh ketelitian, kecerdasan, dan kecepatan dalam membuat keputusan.
“Saya memang hobi bridge, dan sudah sampai level kecanduan. Kalau tidak main ya seperti ada yang hilang,” kata Hartono.
Hartono belajar bermain bridge dari ayah dan pamannya, kemudian mulai banyak membaca buku untuk memperkaya teknik dan ilmunya. Ia juga menjelaskan, ketentuan untuk bridge tidak terlalu berbeda dengan pekerjaannya sehari-hari.
“Permainan bridge ini sangat mirip seperti kehidupan, dengan semua ketidakpastiannya,” katanya. Ia berkata bahkan jika Anda berpikir sudah menguasai banyak teknik, maka akan sadar bahwa belum cukup banyak teknik yang Anda pelajari.
“Proses pembuatan keputusan di bridge dan bisnis itu sama. Anda mengumpulkan informasi dan data, membuat kesimpulan, dan merencanakan sebuah strategi,” katanya.
Hartono mengaku bisa menghabiskan waktu delapan sampai 10 jam untuk satu permainan.
“Banyak yang mengira kalau olahraga bridge ini seperti judi. Padahal tidak. Justru atlet bridge banyak yang berasal dari negara mayoritas muslim seperti Pakistan, Mesir,” jelas Hartono.
Saat itu Hartono masih berkontribusi dalam kepengurusan Asian Games, dan berusaha keras agar cabor bridge bisa dipertandingkan di Asian Games 2018.
“Saya harus menghubungkan Komite Olahraga Nasional masing-masih negara di seluruh Asia. Hampir 50 negara, semua Komite Olahraga Nasional masing-masing negara harus saya hubungi,” tuturnya.
“Awalnya presiden OCA (Olympic Council of Asia) Sheik Al Sabah menolak bridge dipertandingkan di Asian Games (2018). Namun saya terus meyakinkan kalau bridge itu bukan judi. Akhirnya Sheik setuju,” sambungnya.
Hartono melanjutkan kalau dulunya bridge juga diusahakan bisa dimainkan di PON (Pekan Olahraga Nasional) dan berhasil.
”Beberapa tahun yang lalu, saya juga usahakan bridge bisa diterima di pertandingkan SEA Games. Nah itu juga sudah berhasil.”
Perjuangannya ternyata masih berlanjut. Ada satu perhelatan olahraga terbesar yang masih belum bisa ia tembus “Tinggal satu yang belum berhasil. Sedang kita usahakan bridge supaya bisa dipertandingkan di Olimpiade,” paparnya.
Untuk bisa memasukan cabang olahraga bridge ini ke Olimpiade, Hartono mengaku perjalannya berat.
“Berat sekali. Berat sekali. Itu adalah bukan wewenang saya atau pun GABSI (Gabungan Atlet Bridge Seluruh Indonesia) tapi adalah wewenang dari World Bridge Federation yang tingkatnya sudah seluruh dunia,” ungkapnya.
Namun semangat Hartono untuk sosialisasi olahraga ini tak pernah padam. “Kami bermimpi bridge akan menjadi sebuah kompetisi juga di Olimpiade,” tutupnya.
“Inilah perjuangan kami selanjutnya.”
(adm/mir)
Baca juga :