iMSPORT.TV -Teknologi pada cabang olahraga, bisa jadi topik yang memisahkan sekaligus menyatukan satu bangsa. Meski beda tim yang dijagokan, tapi begitu saat tim nasional yang berjuang, perbedaan itu dikesampingkan dulu. Namun, siapa sangka dalam perkembangannya, olahraga punya teknologi pengubah pesona olahraga.
Dengan berkembangnya olahraga, teknologi pun mengikuti. Apa sajakah kira-kira teknologi yang muncul dalam dunia olahraga? Simak, yuuuk!
Teknologi “Mata Elang” (Hawk-Eye)
Bagi penggila bulu tangkis, tenis, sepak bola hingga basket, kayaknya gak asing lagi dengan teknologi yang satu ini dong. Eits! teknologi ini juga bisa diterapkan di berbagai cabor, kok. Hanya beda nama saja.
Untuk bulu tangkis, sistem tayang ulang cerdas ini baru diperkenalkan oleh Badminton World Federation (BWF) pada 2014, di kejuaraan India Super Series. Sedangkan International Tennis Federation (ITF) sudah memperkenalkannya sejak 2005.
Naah, gimana cara kerjanya?
Saat pertandingan berlangsung, bola atau shuttel kok yang harusnya keluar, dianggap masuk oleh hakim garis.
Spontan pemain mengangkat tangannya pertanda “challenge”. Selanjutnya wasit minta pengawas teknologi “mata elang” (Hawk-Eye) untuk memutar kembali arah jatuh bola atau shuttle kok.
Tapi, kalau bola atau shuttle kok betul-betul terlihat in, wide, atau out, wasit bisa menolak challenge.
Selain digunakan untuk protes, challenge ini kadang dimanfaatkan para pemain untuk istirahat sejenak sambil menunggu hasil. Bagi penikmat badminton atau tenis pasti tak ingat sama efek suara detak jantung yang membuat atmosfer menjadi tegang sambil menunggu hasil teknologi Hawk-Eye ini.
Ini satu diantara perkembangan termutakhir dalam olahraga, teknologi Hawk-Eye. Mengandalkan Synchronised Multi-Angle Replay Technology Replay (SMART Replay), teknologi ini mampu menangkap pergerakan bola atau shuttle kok, juga jatuhnya, lebih tajam dari mata manusia.
Kamera-kamera dengan daya tangkap tinggi, ditempatkan di berbagai sudut lapangan, saling terhubung dengan panel komputer, lewat kabel fiber optik, sehingga meminimalisir gangguan teknis. Akurasinya mencapai radius 3,6 milimeter! Woow…!
Bayangkan wide, in, atau out yang hanya setipis ujung rambut? Tetap bisa tertangkap oleh si mata elang!
Teknologi Pengubah Pesona Olahraga, Pernah Melihatnya kan?
Teknologi VAR (Video assistant referee)
Pernah menyaksikan pertandingan Chelsea menjamu Manchester United di Stamford Bridge kan? Tim Setan Merah berhasil menekuk The Blues dengan skor telak 2-0..!
Tapi di balik kemenangan tersebut, pendukung Chelsea merasa gemeees.. Mereka seharusnya bisa menang, atau minimal seri. Gol Kurt Zouma dan sundulan Olivier Giroud malah dibatalkan oleh wasit.
Harry Maguire tidak diganjar pelanggaran karena telah melanggar Michy Batshuayi. Salah siapa? Salah V-A-R..!
Diperkenalkan lewat Major League Soccer (MLS) pada 2016, dikembangkan pada 2010 oleh liga Belanda (KNVB), Video Assistant Referee (VAR), sebuah teknologi termutakhir dalam dunia olahraga, untuk meninjau kembali keputusan wasit atas pelanggaran dan gol.
Perkembangannya sempat maju mundur, karena Presiden FIFA saat itu, Sepp Blater, tidak menerima proposal VAR dalam sepak bola. Setelah dimakzulkan karena korupsi, pengganti Sepp, Gianni Infantino, menyambut hangat ide VAR.
Wasit akan memberi isyarat “TV” untuk melihat tayangan ulang. Maka, tak jarang gol dianulir atau tendangan penalti diberikan setelah beberapa saat wasit melihat tayangan VAR.
Meskipun hingga kini VAR digunakan sebagai “opini kedua”, tapi kemutakhirannya masih diragukan, karena teknologi ini sering salah baca dan salah kasih keputusan. Maka perlu pengembangan lebih lanjut.
Jadi, selebrasi gol baru muncul untuk mengejek VAR yang sering salah tangkap. Salah satunya, dilakukan oleh Cristiano Ronaldo, saat menghadapi Napoli, untuk mengejek VAR yang menganulir golnya sebagai offside saat menghadapi Parma.
VAR juga dinilai kurang transparan karena hanya petugas VAR dan wasit yang tahu. Mantan wasit dan ketua komite wasit FIFA, Pierluigi Collina, mengatakan bahwa, audio percakapan dalam ruangan VAR dan wasit, perlu ditayangkan agar transparan. Tapi ini belum dapat diterapkan.
Di level ASEAN, baru Thai Super League di Thailand yang menerapkan VAR. Ini satu bukti Thailand tidak main-main soal perkembangan sepak bolanya. Nah, PSSI, kapan, nih?
Teknologi HANS
Teknologi ini banyak digunakan oleh para pembalap mobil di F1 dan NASCAR. Perangkat ini bernama HANS (Head and Neck Support ) dan dirancang oleh profesor biomekanik di Michigan State University, Dr. Robert Hubbard, pada awal 1980an.
Saat itu, International Motor Sport Association (IMSA) mencari cara untuk meminimalisir kematian di olahraga balapan yang super cepat. Kebanyakan pembalap meninggal di tempat atau mengalami cedera serius, karena tengkorak yang retak disebabkan oleh kepala yang bergerak secara ekstrim, sementara tubuh masih tertahan oleh sabuk pengaman.
Akhirnya, Dr. Hubbard menciptakan konsep pengaman yang dipasang pada helm pembalap lewat pengait. Mirip seperti kerah baju, perangkat pengaman ini tugasnya mencegah gerakan spontan leher dan kepala, saat alami kecelakaan. Itulah asal usul nama HANS.
Supaya evakuasi cepat dilaksanakan, perangkat ini tidak disambungkan dengan kursi kemudi atau tali pengaman.
Uji coba HANS pertama dilakukan pada 1989. Hasilnya, cedera kepala dan leher dapat dicegah hingga 80 persen. Tapi ide ini gak bisa langsung diterima pembalap. Butuh waktu sekitar 12 tahun HANS bisa diterapkan sebagai standar keamanan utama di ajang balapan.
Karena, para pembalap mengeluh ada rasa kurang nyaman dan takut tali pengaman HANS malah mencekik mereka.
Setelah beberapa pembalap yang menentang HANS, termasuk Earnhardt, wafat dalam balapan Daytona 500, dengan penyebabnya : cedera tengkorak, maka pada 2001 NASCAR menetapkan HANS sebagai standar keamanan utama.
Fédération Internationale de l’Automobile (FIA), akhirnya mengikuti langkah NASCAR pada 2003. Sampai sekarang hampir seluruh ajang balap dunia menerapkan HANS.
(mir)
Baca juga :