iMSPORT.TV – Eva Butar Butar (Eva Novalina T Butar Butar) Pada SEA Games Kuala Lumpur 1989 (sekitar 38 tahun lalu), atlet senam putri Indonesia ini, dapat julukan Ratu Senam Asia Tenggara. Pasalnya, pada penampilannya di final senam lantai putri, Eva yang saat itu berusia 16 tahun, membuat dewan juri memberi nilai 9,20, dan Eva merebut medali emas.
Tanpa menahan diri, Eva berlari ke pelukan kakaknya, Jefry Mutik Butar Butar. Keduanya berpelukan, menangis penuh haru. Harian Kompas edisi 26 Agustus 1989 saat itu memberitakan sukacita prestasi Eva itu dalam judul “Senam Ledakkan Kegembiraan”.
“Medali emas senam lantai SEA Games Kuala Lumpur 1989 adalah salah satu pencapaian terbaik saya. Tidak mungkin saya lupakan,” kata Eva (50), yang saat itu masuk dalam tim pelatnas senam putri, yang dipimpin pelatih TJ Purba dan manajer Gianti Imansyah. Dan kini tak heran kalau Eva Novalina Butar-butar, merupakan salah satu legenda senam artistik Indonesia.
Kini, Eva bisa ditemui di sebuah gudang yang disulap menjadi arena olahraga senam di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dia melatih puluhan pesenam belia. Tepatnya di klub senam, Gravila Gymnastic Club. Meski statusnya masih pelatih timnas senam artistik, termasuk persiapan Asian Games 2018, Eva tetap mau turun tangan melatih siapa pun yang tertarik menekuni senam.
Andai saja orang tua dulu, saat usianya 6 tahun, tak mendorong untuk masuk komunitas senam artistik Senayan, mungkin rutinitas seperti ini tak dijalani Eva sekarang.
Kalau Eva bisa masuk ke dunia senam artistik, ini suatu hal yang tidak disengaja. Eva sama sekali tak pernah bercita-cita jadi atlet, apalagi atlet senam. Olahraga senam dia kenal dari tetangganya.
Eva kecil memang terlalu lincah, gerakannya cukup aktif. Maka orang tuanya harus menyalurkan energinya dan mulai mencari kegiatan buatnya.Maka dipilihlah senam artistik.
Eva kecil mulai berlatih senam, kenal satu, dua gerakan, hingga banyak gerakan senam artistik yang dikuasainya, membuat dia semakin serius dan giat berlatih. Setelah empat tahun berlatih kemampuan remaja berdarah Batak ini dilihat oleh pelatih nasional saat itu, TJ Purba. Sejak ditangani TJ Purba, kemampuan Eva makin terasah.
Usaha keras, mustahil tanpa hasil. Latihan kerasnya berbuah prestasi. Eva yang masih belia berhasil memboyong medali emas pada Pekan Olahraga Daerah Jakarta, tahun 1982. Selanjutnya jalan mulus terbuka lebar untuk Eva. Dia yakin, disiplin dan kemauan keras adalah syarat mutlak untuk menjadi yang terbaik dalam olahraga, tidak terkecuali senam.
Eva harus menjalani program latihan yang ketat. Ia harus terbangun subuh karena harus mulai berlatih pukul 05.00 – 06.30. Sore harinya, sepulang sekolah, dia menjalani latitan dengan durasi yang sama. Ini yang dilakukan Eva setiap hari.
Pecahkan Rekor
Kerja kerasnya selama dua tahun menghasilkan pundi-pundi emas untuk bangsa Indonesia. Pada SEA Games Thailand 1985, selain mempeoleh medali emas, dia juga berhasil pecahkan rekor, jadi atlet perempuan termuda dalam ajang internasional tersebut.
Waktu itu usianya masih 13 tahun, dia mampu mengalahkan atlet yang usianya jauh di atasnya. Eva mempersembahkan dua medali emas, dua perak dan satu perunggu. Setahun sebelumnya, Eva bahkan sudah memperoleh emas di Kejuaraan Senam Asia.
Latihan kerasnya lagi-lagi tak sia-sia. Pada 1987, di SEA Games Jakarta, Eva memperoleh dua medali emas. Kemudian di SEA Games 1989 Kuala Lumpur, merebut tiga emas dan satu perak. Eva menambah catatan prestasi dengan berada di posisi empat senam lantai putri Asian Games Beijing 1990.
Dengan banyaknya prestasi, bukan berarti Eva tak pernah dilanda jenuh. Maklum, praktis kesehariannya full diisi latihan dan latihan. Apalagi dia juga sering alami cedera, salah satunya dan terparah, dia pernah alami dislokasi pada lengan kirinya.
Bersyukur, keluarga terus-menerus memberi full support. Tapi meski ada dukungan dari keluarga, Eva tetap merasa jenuh dan sempat mogok bertanding, karena jenuh tampil dalam kejuaraan Asia.
Pada 1989 di usianya ke 17, saat prestasinya sedang berada di puncak, Eva justru meninggalkan dunia senam. Dia memilih melanjutkan kuliahnya di Fakultas Biologi ITB, Bandung.
Meski jenuh, tapi senam sudah menjadi bagian dari hidupnya. Selama kuliah Eva tetap bergelut di dunia olahraga yang telah membesarkan namanya. Apalagi selesai kuliah dan kembali ke Jakarta, dia prihatin melihat kenyataan tak adanya regenerasi atlet perempuan dalam senam artistik. Eva mulai melatih dan membina talenta muda agar bisa terjun ke kejuaraan nasional.
Fokus Pembinaan
Berbekal pengalaman, perempuan kelahiran Jakarta 4 Juli 1973 ini memutuskan untuk menularkan kemampuan senam artistiknya kepada generasi muda. Meski awalnya agak sulit juga bikin klub senam baru di Jakarta, karena prosedur cukup sulit. Imbasnya, pada tahun 1990-an, tak ada satupun wadah atau tempat untuk menciptakan pesenam. Jadi, ya susah juga menemukan atlet senam artistik. Senam Indonesia mengalami masa paceklik prestasi di Asia Tenggara
Dunia senam Indonesia mulai berkibar lagi ketika pesenamnya meraih medali pada SEA Games Jakarta Palembang 2011. Medali emas lewat Muhammad Try Saputra pada nomor palang tunggal, serta medali perak Ronny Sabputra dan Dewi Prahara, keduanya pada nomor meja lompat.
Kini, Eva melatih Rifda Irfanaluthfi dan Armartiani, dua pesenam putri Indonesia yang tampil di SEA Games Kuala Lumpur 2017.
Kebahagian pelatih adalah ketika atletnya sukses memperoleh prestasi. Dan Rifda Irfanaluthfi, berhasil lolos ke Olimpiade Paris 2024. Kepastian itu didapatkan usai Rifda tampil di World Artistic Gymnastic Championship 2023 di Antwerp, Belgia.
Rifda jadi pesenam Indonesia pertama yang akan tampil di Olimpiade.
(adm/mir)
Baca juga :