
iMSPORT.TV – Penyebab Banyak Tumbangnya Petenis Dunia. Menjadi atlet profesional itu memang tidak mudah. Tetapi kita beruntung masih bisa menyaksikannya, untuk memetik pelajaran dari mereka. Mereka bukan hanya pekerja keras, tapi pekerja cerdas. Bukan hanya tekun, tetapi egois dalam mencapai targetnya.
Dia melakukan persiapan sebaik mungkin agar berhasil. Dan tidak mau gagal, tidak ada sebersit kata menyerah dalam kamus mereka. Walau kadang, sebesar apapun upayanya, nasib bisa tidak sejalan dengan usaha.
Kita terkagum-kagum dengan petenis profesional dunia yang berusaha merebut trofi grandslam Perancis Terbuka di Rolland Garros,, misalnya.
Sebelumnya sudah melewati Australia Terbuka, ada Wimbledon, ditunggu AS Terbuka, dan event-event tenis dunia lainnya.
Etos petenis profesional memang terkenal luar biasa padat. Menjelang akhir musim 2025 ini, dunia tenis telah menghadapi krisis: banyak petenis top pria mundur di tengah pertandingan karena cedera.
Nama besar seperti Carlos Alcaraz, Jannik Sinner, dan Taylor Fritz jadi korban terbaru dari kalender pertandingan yang kian kejam.
Penyebab Banyak Tumbangnya Petenis Dunia
Alcaraz menarik diri dari Shanghai Masters karena masalah fisik, usai jadwal beruntun di Asia. Sinner bahkan sempat menyerah di final Cincinnati Open dan kembali mundur di Shanghai Masters, akibat kram ekstrem di bawah cuaca panas. Fenomena serupa juga terjadi di turnamen lain, banyak pemain kelelahan, bahkan sebelum fase akhir musim dimulai.
Kalender ATP kini nyaris tanpa ruang pemulihan. Turnamen besar datang berturut-turut, dengan perjalanan lintas benua dan waktu istirahat yang minim. Para pemain terjebak dalam dilema: bermain terus demi poin dan sponsor, atau istirahat dan kehilangan posisi.
Masalahnya bukan sekadar cedera, tapi ego industri tenis. Turnamen enggan dikurangi karena menyangkut sponsor, tiket, dan hak siar. Akibatnya, pemain dipaksa tampil di tengah kelelahan, seolah mereka mesin, bukan manusia.
Banyak pihak menilai penyelenggara dan otoritas tenis seperti ATP dan WTA lebih mementingkan keuntungan daripada kesehatan sang atlet. Kritik soal reformasi kalender sudah muncul bertahun-tahun, namun belum ada perubahan berarti.
Jika situasi ini dibiarkan terus berjalan, tak mustahil tenis bisa kehilangan daya saing dan pesonanya. Ada solusi sederhana, seperti memberi jeda lebih panjang antar turnamen, mengurangi event wajib, dan memberi perlindungan medis lebih baik, seharusnya menjadi prioritas utama.
(adm/amr)
Berita Menarik Lainnya :