iMSPORT.TV – Ada pekerjaan rumah yang dikantongi Rosan Perkasa Roeslani jelang bertugas di Amerika Serikat (AS). Pekerjaan itu adalah mengembangkan hasil pengamatannya selama menjadi Chef de Mision (CdM) Kontingen Indonesia di Olimpiade 2020 Tokyo.
Tugas Rosan sebagai CdM hampir rampung. Meski selanjutnya ia bakal menduduki kursi Duta Besar Indonesia untuk AS, Rosan tetap berkomitmen memperkuat koordinasi demi peningkatan prestasi olahraga Indonesia.
Dalam pengamatannya selama menjadi CdM, kata Rosan, atlet Indonesia berpotensi mengukir prestasi lebih tinggi di kancah Olimpiade. Beberapa cabor juga mulai memperlihatkan progres sehingga Rosan menilai pembinaan dan perencanaan jangka panjang perlu ditangani lebih serius.
Rosan : CdM Berkomitmen Bantu Peningkatan Olahraga Indonesia
Sebagai insan berpengalaman di bidang olahraga, Rosan tak berpangku tangan saat melakoni tugas negara. Lelaki yang juga menjabat sebagai Ketua PB PABSI ini akan berkoordinasi dengan NOC Indonesia untuk memetakan progam pelatihan kerja sama peningkatan pembinaan prestasi olahraga Indonesia yang bisa dilakukan di “Negeri Paman Sam”.
”Saya akan pikirkan bentuk kerjasama yang bisa kita lakukan untuk mendukung prestasi atlet Indonesia,” kata Rosan, Senin (09/08).
Ia menjelaskan, salah satu bentuk kerja sama yang bisa dijalani adalah dengan universitas yang memiliki fasilitas olahraga yang mumpuni. Misalnya seperti cabor dayung (rowing) bisa di Princeton University, New Jersey, AS. Begitu juga bagi cabor lain, terutama yang masuk dalam daftar grand design Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Rosan berharap kerja sama yang terjalani nanti bukan sekadar pelatihan, tetapi juga hal-hal yang menyangkut nonteknis dan strategi. Seperti penguatan mental, sport science dan lain-lain.
“Saya akan berusaha mengumpulkan informasi, yang dapat mendukung panampilan atlet di panggung Olimpiade,” tutur pria berusia 52 tahun itu.
Dijelaskan Rosan, tak ada juara yang dibentuk secara instan, melainkan butuh proses panjang. Untuk itu, tambahnya, perlu program yang berkesinambungan.
Selain pembinaan, Rosan, menilai Indonesia juga butuh sport science, salah satunya bagaimana mengelola program supaya atlet tidak mudah cedera, memperpanjang kekuatan fisik meski usia atlet bertambah, hingga recovery dan pemulihan pascacedera.
“Bahkan soal gizi, seperti protein yang dikonsumsi atlet dan berbagai faktor lainnya. Berdasarkan sebuah laporan Credit Suisse Report, Indonesia sangat rendah konsumsi proteinnya. Padahal protein sangat berpengaruh pada kondisi dan postur tubuh atlet. Itulah yang perlu dipelajari lebih dalam lagi agar bisa menjadi modal mendongkrak penampilan atlet kita,” papar Rosan.
Di samping itu, Federasi Olahraga Nasional (PP/PB) juga diminta mencari cara kreatif buat memoles atlet. Rosan yang juga merupakan Ketua PB PABSI ini tak segan menurunkan lifter tampil di event-event internasional. Hal ini guna membangun mental atlet muda agar kian percaya diri dan tidak demam panggung saat bertarung dengan atlet mega bintang.
“Terkait mental ini perlu dilakukan, terlebih cabor-cabor yang cenderung harus mengalahkan diri sendiri, seperti menembak dan panahan dan beberapa cabor lain,” pungkas Rosan.