iMSPORT.TV – Leani Ratri Oktila layak menyandang ratu para badminton Indonesia. Perempuan kelahiran Siabu, Bangkinang, Kampar, 06 Mei 1991 ini berhasil menyumbangkan dua medali emas di ajang Paralimpiade Tokyo 2020.
Indonesia mencatat sejarah di ajang Paralimpiade Tokyo 2020. Total kontingen Indonesia berhasil meraih sembilan medali di Tokyo. Ini merupakan raihan medali terbanyak sepanjang keikutsertaan Indonesia di ajang Paralimpiade.
Kesuksesan tim Merah Putih di Tokyo tidak lepas dari penampilan gemilang Leani Ratri Oktila. Pada cabang olahraga (cabor) parabadminton, bersama Khalimatus Sadiyah, Leani sukses meraih medali emas di nomor ganda putri kelas SL3-SU5.
Raihan ini membuat keduanya menjadi atlet badminton Indonesia pertama yang mampu meraih medali emas pada ajang Paralimpiade.
Tidak hanya itu, Leani dan Khalimatus juga mengakhiri penantian selama 41 tahun Indonesia untuk merasakan medali emas Paralimpiade. Kemudian di nomor ganda campuran SL3-SU5, Leani berpasangan dengan Hary Susanto, juga berhasil meraih medali emas.
Sementara di nomor tunggal putri kelas SL-4, Leani berhasil membawa pulang medali perak setelah takluk dari wakil China, Cheng Hefang. Meski kalah, raihan tiga medali Leani di ajang Paralimpiade tetaplah merupakan prestasi yang luar biasa.
- Deretan Pelatih asal Indonesia Sukses Bantu Negara Lain Raih Medali Olimpiade Paris 2024
- Potret Zhang Haohao, Atlet Termuda Olimpiade Paris 2024
Leani Ratri Oktila Dijuluki Ratu Parabadminton
Leani Ratri Oktila adalah juara dunia para badminton di tiga nomor yakni, tunggal putri, ganda putri dan ganda campuran. Pada 2018 dan 2019, Leani Ratri Oktila berhasil dinobatkan sebagai atlet parabadminton putri terbaik Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).
Keberhasilan Leani meraih banyak gelar juara pada turnamen perorangan dan beregu, membuatnya dia dijuluki Ratu Parabadminton.
Akibat Kecelakaan
Perjuangan Leani sampai bisa di puncak prestasi sekarang tidaklah mudah. Leani Ratri Oktila Leani Ratri Oktila, anak sulung dari empat besaudara pasangan F Mujiran (65) dan Gina Oktila (53). Ayahnya seorang petani karet dan sawah Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Banyak perjuangan yang dilalui Leani untuk mengukuhkan namanya di pentas dunia.
Terlahir normal dan bermain badminton sejak usia 8 tahun. Namun dilansir dari Antara, pada Februari 2011, Leani alami kecelakaan motor, ketika berusia 21 tahun.
Kecelakaan ini menyebabkan kaki kiri dan tangan kanannya patah dan divonis alami gangguan permanen. Kaki kirinya sekarang lebih pendek 11 sentimeter daripada kaki kanannya. Kondisi itu membuat Leani masuk kategori SL4.
Hebatnya, kenyataan pahit itu tidak meruntuhkan semangat Leani. Kecelakaan itu seperti membuka jalan bagi Leani untuk meraih prestasi lewat olahraga, dan Leani yang sudah mengenal bulu tangkis sejak kecil itupun bangkit dan mulai menekuni parabadminton, untuk atlet difabel.
“Pertama kali saya turun, saya melihat atlet di luar negeri, gimana mereka dan seperti apa semangat mereka,” ungkap Leani, dikutip dari TribunNews, 2018 silam.
“Melihat atlet kursi roda di sana luar biasa. Sebelumnya kan saya pemain normal, saya melihat pemain-pemain difabel ini jauh luar biasa semangatnya dibanding yang normal,” imbuh Leani.
Leani pun tergolong atlet yang displin dan pekerja keras. Setiap latihan pun dia selalu datang tepat waktu dan sering menambah porsi latihanya sendiri.
“Saya berani melawan rasa jenuh dan malas, supaya bisa menjadi atlet yang berprestasi,” ujar Leani.
Kegigihan Leani untuk meraih prestasi tertinggi, dibuktikan dengan kerja keras. Di setiap latihan, dia kerap datang lebih awal saat latihan, bahkan menambah porsi latihannya. Usaha keras tidak mengkhianati hasil.
Prestasi pertama Leani di cabor parabadminton dimulai di ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Riau (2012). Di ajang ini, Leani berhasil meraih satu medali emas dan satu medali perak.
Hasil gemilang itu mengantarkannya bergabung dengan Komite Paralimpiade Nasional (NPC) pada 2013. Dari sini, ia semakin terpacu untuk meraih prestasi.
Prestasi demi prestasi pun diraih Leani Ratri di pentas internasional, termasuk enam medali emas ASEAN Para Games, tiga Asian Para Games, dan tiga Kejuaraan Dunia BWF.
Ada ‘ritual’ membanggakan setiap akan turun tanding. Leani selalu menyimpan bendera Merah Putih di dalam tas tandingnya. Ini dilakukan sebagai motivasi agar mampu mengibarkan bendera Merah Putih itu di podium tertinggi. Kebiasaan ini diajarkan oleh ayahnya, F. Mujiran, sejak Leani masih belia.
Semoga Leani kembali mampu mengibarkan Merah Putih di Paralimpiade Paris mendatang.
(adm/mir)
Berita Menarik Lainnya :